Rabu, 28 Maret 2012

Bunga Rampai Arsitektur Islam Bagian I (ARSITEK DALAM ERA GLOBALISASI)


ARSITEK DALAM ERA GLOBALISASI
Oleh:
Hermawan, ST, MM



Globalisasi (‘Aulamah) merupakan kata-kata yang “ngetrend” dewasa ini. Apa sebenarnya arti globalisasi ini? Globalisasi adalah suatu keadaan dimana tidak ada batas-batas yang melingkupi, dapat diartikan juga sebagai pendobrakan dari hal-hal yang khusus. Jadi era globalisasi adalah era atau jaman dimana terdatap suatu persaingan bebas tanpa adanya hal-hal khusus yang melekat. Menurut jalal Amin ahli ekonomi dan sosiologi terkenal istilah ‘aulamah (globalisasi) adalah istilah baru, namun fenomenanya cukup lama. Arti globalisasi adalah penyempitan jarak secara cepat antara masyarakat manusia, baik yang berkaitan dengan perpindahan barang, orang, modal, informasi, pemikiran maupun nilai-nilai. Saat ini tahun 2002 telah memasuki era globalisasi yang ditandai dengan diberlakukannya AFTA (Asean Free Trade Area) di lingkungan Asean, GATT maupun persetujuan yang lain.
Era globalisasi ini seringkali menjadi momok bagi banyak negara terutama negara yang belum siap untuk bersaing bebas seperti Indonesia. Memang hal tersebut merupakan hal yang wajar dilihat dari kondisi bangsa Indonesia yang masih labil baik dari segi ekonomi, politik maupun segi lainnya. Akibatnya bangsa Indonesia tidak bisa mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang handal sehingga mengalami kesulitan untuk bersaing bebas di era globalisasi seperti sekarang ini. Sumber daya manusia yang handal dan professional merupakan syarat mutlak dalam menghadapi persaingan bebas di samping hal lainnya seperti bidang teknologi atau sumber daya alam (SDA).
Peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak hanya pada peningkatan kualitas secara lahiriah saja, akan tetapi perlu adanya suatu peningkatan kualitas batiniah. Sebagai seorang muslim, kualitas batiniah merupakan suatu hal yang mutlak agar dalam melakukan suatu tindakan akan memikirkan akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang. Kualitas batiniah tersebut yaitu dengan peningkatan kepribadian Qur’ani.
Untuk itu, perlu suatu langkah-langkah kongkret dalam memajukan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berdasarkan Qur’ani. Sehingga dapat dihasilkan SDM yang handal dan professional serta mempunyai hati nurani yang bersih.



A.     KEPRIBADIAN MANUSIA

Menurut Mursi (1999) ada lima klasifikasi kepribadian manusia yaitu kepribadian yang selalu bersikap pasrah dan pasif, kepribadian vested interest (kepribadian yang berusaha memperoleh segala sesuatu dari orang lain baik dengan cara tipuan maupun kekerasan dan menganggap semua orang sebagai sasaran baginya), kepribadian berorientasi pasar (kepribadian yang menganggap orang sukses adalah orang yang bernilai jual), kepribadian produktif (menganggap bahwa manusia bukan saja makhluk berakal dan makhluk sosial tetapi juga makhluk produktif). Jika seseorang mampu mengembangkan potensi, berarti ia berkepribadian produktif.
Dalam Al-Qur’an ada banyak ayat yang mengulas mengenai kepribadian manusia diantaranya Asy-Syams: 7-10, Al-‘Alaa: 1-3, Al-Insyiqaaq: 6 dan An-Najm: 39-43. Dalam Asy-Syams: 7-10 dikatakan “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. Ayat di atas menjelaskan bahwa selain bekal yang bersifat fitri, terdapat potensi kepekaan yang mengarah pada esensi manusia yaitu potensi yang bersifat netral. Orang yang mendayagunakan potensi tersebut untuk meningkatkan kualitas jiwa, menyucikannya, serta mengembangkan potensi kebaikan dan mengalahkan potensi keburukan maka ia beruntung. Sedangkan orang yang memendam, menyesatkan dan melemahkan potensi tersebut, ia sangat merugi.
Kepribadian bekerja keras juga disebutkan dalam surat Al-Insyiqaaq: 6 dan surat An-Najm: 39-43. Pada ayat di atas disebutkan bahwa manusia tidak dapat mencapai segala sesuatu tanpa kesungguhan dan kerja keras. Jika tidak dengan kekuatan fisik, maka dengan kekuatan pemikiran dan perasaan. Hakikat bekerja keras berada di sepanjang kehidupan manusia, sedang tujuan akhirnya mencari keridhaan Allah.

B.     KEPRIBADIAN QUR’ANI

Dalam menghadapi masalah-masalah besar, menurut Yusuf (2001) manusia terbagi tiga bagian dalam menyikapinya yaitu yang berlebihan, yang menolak sama sekali dan pertengahan. Pertama, Yang berlebihan, yakni menerima secara mutlak. Orang seperti ini adalah orang yang disebutkan oleh Rosulullah dalam hadisnya bahwa mereka akan mengikuti cara-cara dan ajaran umat lain sejengkal demi sejengkal sehingga andai umat lain itu masuk ke lubang biawak, mereka akan mengikutinya. Inilah sikap para penyeru westernisasi (baratisasi) yang berlebihan di dunia Islam.
Kedua, yang menolak sama sekali. Kelompok ini lawan kelompok pertama. Mereka menjauhi setiap hal-hal baru, tidak peduli terhadap dunia pemikiran, ekonomi, politik dan sejenisnya. Ini adalah sikap mereka yang takut bertemu dengan orang lain, yang kuat memegang teguh yang lama dan tidak menerima yang baru. Ketiga, yang pertengahan. Inilah sikap yang baik sebagai cermin, sebagai manhaj Islam yang pertengahan. Inilah sikap orang yang beriman yang mempunyai wawasan luas dan terbuka, yang bangga dengan identitasnya, yang paham tentang risalahnya, yang memegang teguh orisinalitasnya. Ia tidak menghindar dari hal-hal yang baru dan tidak menerima secara berlebihan. Inilah sikap orang yang menisbatkan diri ke dalam Islam rasional yang mengimani Rabb mereka dan mempercayai umatnya, serta mengetahui bahwa mereka tidak dapat hidup sendiri.
Sebagai orang Islam, kita tidak boleh menjauhi globalisasi dan kita tidak akan mampu menolaknya. Sebaliknya, kita juga tidak boleh menerima apa adanya, atau patuh kepadanya dengan mengatakan: sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami patuh). Dalam menghadapi globalisasi, sikap muslim adalah pertengahan, yaitu mengambil yang baik dari globalisasi dan menjauhi yang buruk dengan tetap berlindung kepada keimanan kita, bangga dengan diri kita dan menjalankan yang mampu kita kerjakan untuk mengembangkan kemampuan kita sehingga hari esok lebih baik dari hari sekarang.
Kepribadian Qur’ani adalah kepribadian seorang muslim baik dalam tingkah laku, bekerja maupun dalam seluruh aspek kehidupan yang didasarkan pada kaidah-kaidah atau norma-norma Al-Qur’an dan Hadits. Menurut Hasyimi (2001) ada beberapa kepribadian Qur’ani diantaranya bersikap jujur (jauh dari manipu, tidak berpura-pura dan tidak ingkar janji), berakhlaq luhur, menepati janji, waspada terhadap hal-hal yang bermanfaat, rendah hati, bekerja untuk kepentingan umat dan menjauhi keburukan, mewujudkan kedamaian bagi kaum muslimin, mengajak ke jalan kebenaran, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, bijaksana dalam mengambil keputusan, istiqomah, mempermudah urusan, adil dalam menentukan hukum, tidak memonopoli dalam pembicaraan, tidak pernah mengharapkan imbalan, memberikan kelapangan bagi yang kesusahan, menjalankan kebiasaan yang mencerminkan identitas Islam, senang bergaul.
Apabila dalam melakukan segala sesuatu seorang Muslim mendasarkan tindakannya pada hal-hal di atas, Insya Allah akan terbentuk SDM berkepribadian Qur’ani yang mampu menghadapi moralitas jaman (era) dimana semakin maju suatu jaman akan semakin banyak godaan-godaan yang dapat menyebabkan kualitas moral SDM hancur. Dengan berpedoman dari hal di atas, kualitas SDM yang handal dan professional serta didukung dengan kepribadian Qur’ani akan membuat kita dihargai dan disegani oleh bangsa lain sehingga dapat menghadapi tantangan era globalisasi dengan penuh percaya diri.
C.     MASALAH YANG DIHADAPI OLEH SEORANG ARSITEK

Dalam melakukan pekerjaan dalam dunia arsitektur, arsitek muslim mengalami beberapa permasalahan diantaranya a) Klien tidak senang akan bentuk arsitektur Islam, padahal dengan penerapan bentuk arsitektur Islam diharapkan secara tidak langsung mempunyai peran dakwah. Apabila terjadi hal tersebut, arsitek Islam diharapkan mampu mengolah ataupun menggabungkan ornamen-ornamen arsitektur Islam dengan keinginan klien tanpa mengurangi jati diri arsitektur Islam. b) Adanya praktek-praktek kantor dalam memperoleh maupun menjalankan suatu proyek perencanaan. Kadangkala banyak arsitek yang tidak memandang bagaimana cara memperoleh proyek dengan baik. Mereka berpikiran jangka pendeknya saja. Sebagai arsitek Islam perlu suatu prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam agar kita tidak terseret arus ke dalam praktek-praktek kantor di atas. c) Anggaran biaya suatu proyek kadang-kadang tidak mencukupi untuk pembangunan gedung dengan spesifikasi yang ditawarkan. Hal ini akibat banyaknya pengurangan-pengurangan yang hanya mementingkan kepentingan pribadi saja. Hal inilah yang menimbulkan kesulitan dalam pembuatan suatu proyek sehingga kadangkala banyak yang membangun gedung dengan mengurangi ataupun mengganti spesifikasi yang ditawarkan. Sebagai seorang arsitek muslim yang berkepribadian Qur’ani, kita perlu menghindari hal-hal tersebut. d) Teori-teori perencanaan Arsitektur baik perencanaan kota dan wilayah maupun perencanaan bangunan hampir semuanya berat yang tidak memasukkan unsur religiusnya. Sebagai arsitek muslim perlu adanya menjadikan unsur religius sebagai landasan dalam melakukan perencanaan. e) Dalam arsitektur dikenal adanya “behavioral arsitektur” yang berisikan arsitektur dan tingkah laku. Arsitektur Barat akan berpedoman pada tingkah laku barat, sedangkan kita sebagai orang Islam wajib berpedoman pada tingkah laku Islami.

D.     DUNIA ARSITEKTUR DALAM KONSEP ISLAMI

Sejalan dengan perkembangan jaman yang semakin lama semakin maju/ mutakhir, apalagi dengan adanya era globalisasi, arsitek dalam hal ini arsitek muslim perlu mempersiapkan diri sehingga dapat bersaing secara professional tanpa meninggalkan ajaran-ajaran Islam. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan yaitu pertama, perlunya suatu jati diri baik dari segi konsep perencanaan maupun dari segi kepribadian arsitek itu sendiri. Dewasa ini mulai banyak bermunculan arsitek-arsitek yang mendarmakan ilmunya untuk kepentingan duniawi saja. Memang, kita tidak bisa terlepas dari kepentingan duniawi, tetapi sebagai seorang muslim, kita tidak boleh bekerja semata-mata karena kepentingan duniawi. Kita perlu kaji ajaran-ajaran Islam sehingga dapat menerapkan ajaran-ajaran tersebut ke dalam profesi kita. Perlu penekanan pendapat bahwa uang bukanlah segalanya. Jadi motivasi kita dalam menjalankan profesi sebagai arsitek tidak didasarkan atas uang.
Sedangkan dilihat dari segi aspek perencanaan, perlu juga suatu adanya jati diri konsep sehingga dapat muncul adanya ciri khas perencanaan kita. Adanya ciri khas tersebut akan membuat orang awam mengenal kita. Sebagai seorang muslim kita perlu hati-hati dalam memilih jati diri konsep perencanaan. Kita perlu memilih konsep perencanaan yang sekaligus berhubungan dengan Islam karena kita perlu untuk membuat Islam dikenal sebagai agama yang tidak ketinggalan dibanding dengan lainnya. Konsep perencanaan tersebut telah dikenal luas dengan nama Arsitektur Islam. Konsep Arsitektur Islam merupakan suatu konsep perencanaan yang mengambil elemen-elemen masjid di Timur Tengah. Elemen-elemennya kebanyakan menggunakan elemen lengkung. Perlu diketahui bahwa konsep perencanaan arsitektur tidak hanya untuk membuat perencanaan masjid maupun bangunan keagamaan saja, tetapi konsep arsitektur Islam dapat diterapkan pada perencanaan bangunan apapun.
Dalam Al-Qur’an ayat mengenai penunjuk identitas (jati diri) terdapat pada surat al-Ahzab ayat 59 yang menyebutkan: “Yang demikian itu lebih mudah bagi mereka untuk dikenal”. Identitas atau kepribadian sesuatu adalah yang menggambarkan eksistensinya sekaligus membedakannya dari yang lain. Eksistensi atau keberadaan seseorang ada yang bersifat material dan ada yang bersifat immaterial (ruhani). Hal-hal yang bersifat material antara lain yang tergambar dalam pakaian yang dikenakannya. Sedangkan immaterial adalah dilihat dari kepribadiannya.
Kedua, perlunya melakukan suatu proses perencanaan. Dalam melakukan suatu perencanan perlu adanya suatu proses sehingga perencanaan yang dihasilkan akan memberikan hasil yang memuaskan. Menurut Parmono (1997) proses perancangan dibagi menurut 4 tahap yaitu asimilasi, studi umum, pengembangan dan presentasi. Asimilasi mencakup pengumpulan, pengaturan informasi umum,  dan informasi khusus yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Studi umum mencakup penyelidikan mengenai sifat masalah dan penyelidikan mengenai cara-cara memecahkannya. Pengembangan mencakup pengolahan sebuah atau beberapa buah pemecahan hasil studi umum. Sedangkan presentasi mencakup penyampaian sebuah atau beberapa buah pemecahan kepada pihak-pihak di dalam atau di luar tim perancangan. Dengan adanya suatu proses perencanaan, masalah-masalah yang tidak tampak akan dapat ditemukan dan dipecahkan.
Ayat Al-Qur’an yang secara implisit mengatkan bahwa perlunya proses perencanaan adalah Surat Al-Hadid ayat 4 yang menyatakan “Dialah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam hari (masa) ……”. Di sini terlihat dalam menciptakan langit dan bumi dilakukan dalam 6 hari (masa) padahal Allah juga menerangkan dalam Al-Qur’an apabila Allah menghendaki sesuatu maka akan jadilah sesuatu itu dalam sekejap. Hal ini tertuang dalam surat Yasin ayat 82 yang menyebutkan “Bahwasannya perintah-Nya apabila Ia menghendaki sesuatu, hanyalah dengan berkata kepadanya jadi, maka jadilah itu”.
Ketiga, berfikir kreatif yang dapat ditempuh dengan cara membaca buku arsitektur maupun melihat bentuk-bentuk bangunan yang telah ada. Berfikir kreatif dalam arsitektur dapat diartikan sebagai suatu proses menghasilkan suatu yang baru baik dengan cara memadukan ornamen-ornamen atau bentuk-bentuk yang benar-benar baru. Dengan cara di atas (membaca buku atau melihat bangunan secara langsung), akan menambah pengetahuan atau memori kita akan bentuk/ ornamen bangunan sehingga dalam melakukan perencanaan akan tercipta bentuk-bentuk bangunan yang tidak monoton.
Berfikir kreatif merupakan hal yang wajib bagi seorang muslim. Hal ini juga termaktub dalam Surat Yunus ayat 101 yang mengatakan: “Perhatikanlah apa yang terdapat di langit dan di bumi ……”. Secara implisit ayat tersebut menyuruh kita sebagai seorang Muslim agar selalu kreatif dengan memperhatikan dan mendayagunakan apa yang ada di langit dan di bumi sehingga berguna bagi masyarakat luas.
Keempat, menambah daya cipta. Menurut Parmono (1997) ada kecenderungan yang hampir universal bahwa pengalaman mempunyai akibat mekanis terhadap pemikiran seseorang. Setiap masalah tidak dilihat dengan pandangan segar, akan tetapi dikategorisasikan sebelumnya menurut macam-macam yang pernah dialami dan pemecahan yang dipilih sesuai dengan masalah terdahulu. Hanya bila masalah belum pernah dikenal, ada usaha sungguh-sungguh untuk mempelajarinya agak mendalam. Kita selalu mencoba mencocokkan pemecahan-pemecahan lama untuk masalah-masalah baru. Ini berlawanan dengan daya cipta dan selalu menjadi beban perancang. Hanya sedikit masalah perancang yang benar-banar baru, lalu bagaimana seorang perancang dapat menghindari klise akibat penanganan mekanis dengan bagitu banyak penyelesaian sebelumnya.
Ayat yang menyebutkan penambahan daya cipta bagi seorang muslim secara implisit hampir sama dengan ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Seperti halnya pada Surat Yunus ayat 101 tadi, maka Surat Al-Ghasiyah juga menerangkan perlunya memperhatikan kehidupan ataupun kejadian-kejadian di dunia sehingga akan menambah daya cipta bagi kita. Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana gunung ditancapkan, dan bagaimana bumi dihamparkan? (QS Al-Ghasyiyah [88]:17-20.
Kelima, menggunakan metode yang canggih sesuai dengan perkembangan jaman. Seiring dengan era globalisasi dan perkembangan jaman yang semakin canggih, muncul metode perencanaan, pembangunan maupun bahan bangunan yang semakin canggih. Pada era globalisasi ini banyak produk yang dihasilkan menggunakan komputer. Demikian pula dengan produk perencanaan muncul program komputer arsitektur yang dinamakan AUTO CAD (Computer Aided Design). Selain AUTO CAD juga masih banyak program komputer arsitek lainnya seperti Floor plan 3D, Becker, Landscape dan masih banyak lagi. Dengan adanya teknologi yang semakin canggih tersebut, maka seorang arsitek tersebut wajib mempelajari program arsitektur tersebut, sehingga hasil atau produk yang dihasilkan dapat bersaing di era globalisasi yang semakin canggih ini.
Menelusuri pandangan Al-Qur’an tentang teknologi, banyak ayat Al-Qur’an yang bicara tentang alam raya. Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai alam materi dan fenomenanya dan yang memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini dengan teknologi yang canggih. Dan dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai anugrah) dari-Nya (QS Al-Jatsiyah [45]:13)
Keenam, memperhatikan lingkungan sektiar (arsitektur berwawasan lingkungan). Perancangan berwawasan lingkungan atau berpandangan ekologis mngharuskan arsitek memperhatikan masalah arsitektur dengan kaca mata disiplin lain. Karena ilmu lingkungan mengintegrasikan bermacam disiplin ilmu, maka arsitek dalam menjalankan profesinya tidak hanya bersikap sebagai generalis tetapi juga sebagai integralis. Lingkungan diciptakan Tuhan untuk diolah dan dimanfaatkan tanpa merusaknya. Seringkali kita jumpai banyak perencanaan yang mendatangkan bencana seperti pembangunan di daerah peresapan air.
Hal di atas disebutkan dalam Surat Al-A’raf ayat 74 yang menyebutkan “Dan ingatlah tatkala Tuhan menjadikan kamu di bumi sebagai khalifah (pengganti) sesudah kaum ‘Ad dan menempatkan kamu di bumi; kamu jadikan di tanah-tanah datarnya mahligai-mahligai dan kamu memahat gunung-gunung sebagai rumah-rumah. Maka ingatlah akan anugrah Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan”.
Ketujuh, memperhatikan etika dalam melakukan proses perencanaan. Menurut Prof. Edgar Shine ada beberapa batasan etika sebagai seorang arsitek yang professional diantaranya yaitu mempunyai ilmu dan ketrampilan dalam melakukan perencanaan, harus memperhatikan kepentingan umum (tidak boleh menjadikan kekayaan sebagai tujuan), berorientasi pelayanan (service orientation), harus ada hubungan kepercayaan dengan klien. Dengan menjalankan etika tersebut, diharapkan seorang arsitek akan mempunyai pegangan dalam melakukan proses perencanaan.
Dalam ajaran Islam pun etika merupakan hal yang wajib diperhatikan oleh seorang Muslim. Seperti disebutkan pada Surat Al-A’raf ayat 31 yang menyebutkan “Hai anak Adam, pakailah pakaian yang indah dan baik ketika hendak shalat, makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. Pada ayat di atas diterangkan mengenai etika dalam berpakaian dan makan serta minum. Jadi sebagai seorang arsitek muslim perlu memperhatikan etika dalam melakukan suatu tindakan.
Kedelapan, memperbanyak kajian dan penelitian mengenai karya arsitektur. Kajian dan penelitian mengenai karya arsitektur akan menambah khasanah keilmuan seorang arsitektur sehingga dalam merencanakan suatu karya arsitektur akan nampak dampak yang maksimal. Pada intinya memperbanyak kajian dan penelitian secara umum juga berakibat pada penambahan penguasaan ilmu. Kajian dan penelitian merupakan cara dan sarana dalam meraih pengetahuan yang lebih banyak dan lebih baik.
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur (menggunakannya sesuai petunjuk ilahi untuk memperoleh pengetahuan) (QS An-Nahl [16]:78).
Ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat sarana yaitu pendengaran, mata (penglihatan) dan akal serta hati. Trial and error (coba-coba), pengamatan, percobaan, tes-tes kemungkinan, kajian dan penelitian merupakan cara-cara yang sering digunakan ilmuwan untuk meraih pengetahuan.
Setelah menelaah hal-hal di atas, maka sebagai seorang arsitek Muslim, kita perlu melakukan langkah-langkah yang strategis guna menghadapi era globalisasi yang sudah mulai berlangsung ini. Sebagai negara mayoritas Islam, kita harus mampu menunjukkan kemampuan baik secara profesi sebagai seorang arsitek maupun sebagai seorang Muslim sehingga tidak diremehkan oleh negara lain. Akan tetapi juga perlu ditingkatkannya kepribadian Qur’ani sebagai seorang Muslim sehingga dalam melaksanakan dan mengamalkan ilmu yang kita dapat akan bermanfaat secara maksimal bagi kita pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

0 komentar

Posting Komentar