Bangunan panggaringan (kompos) adalah bangunan arsitektur vernacular yang ada di dusun plemburan yang masih bertahan hingga saat ini, dibangunnya bangunan tersebut adalah berkaitan dengan kebutuhan akan tempat untuk membakar rajangan tembakau, dikarenakan lingkungan dan kondisi alam tidak memungkinkan untuk menjemur rajangan tembakau dengan sinar matahari. Dalam perkembangannya bangunan tersebut tidak terlalu mengalami banyak perubahan, perubahan yang ada yang diinformasikan dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan adalah :
· Bangunan pangaringan yang tadinya menjadi satu dengan rumah tinggal sekarang dibuat terpisah.
· Bahan penutup atap berkembang dari mbulung, alang-alang dan sekarang ada yang sudah diganti dengan seng.
Adapun perubahan , fungsi dan tata ruang yang ada di bangunan panggaringan hampir dikatakan tidak ada perubahan dari ketika awal permukiman tersebut tumbuh . demikian pula dengan bentuk tempat perletakan tembakau (rigen), serta tempat pembakarannya masih sama dengan yang lama. Artinya ditengah kemajuan teknologi masyarakat dusun Plemburan masih mempertahan pola pengolahan tembakau warisan nenek moyang, serta tidak ada upaya untuk melakukan pembaharuan terhadap teknologi pengeringan tembakau. Hal ini juga menginformasikan masih rendahnya perkembangan pengetahuan masyarakat dusun Plemburan terutama berkaitan dengan inovasi –inovasi teknologi baik pertanian maupun hasil olahan pertanian.
Tabel 1
Type Bangunan Panggaringan
No | Gambar Bangunan Panggaringan | Teknologi bahan dan konstruksi | Fungsi dan Bentuk Arsitektur |
1 | | Konstruksi bambu Material dinding katepe Material Atap · Penutup alang-alang · Konstruksi atap bambu Material Pondasi ompak | Bentuk atap pelana, Bentuk bangunan tidak mengalami banyak perubahan, material atap yang tadinya mbulung menjadi alang-alang. |
( analisa penulis,2009)
Bangunan ini menggunakan material atap alang-alang, dinding katepe, dan konstruksi menggunakan bambu, bentuk bangunan dan fungsi bangunan, dari awal berdirinya dusun Plemburan dengan saat ini hampir tidak ada bedanya. Bangunan ini juga berdampingan dengan kandang kambing. Ketika musim tembakau sedang istirahat bangunan ini difungsikan untuk gudang. Pada perkembangan selanjutnya bangunan ini, menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang semakin padat penduduknya, sehingga bangunan panggaringan jenis ini banyak dijumpai di sepanjang bukit yang agak jauh dari permukiman. Pemilihan material atap dengan menggunakan alang-alang atau mbulung, disamping murah, terbukti alang-alang lebih mampu bertahan terhadap panas ruang akibat kegiatan pembakaran tembakau. Penggantian material alang-alang dengan seng, walaupun lebih aman terhadap bahaya kebakaran tetapi material seng menjadi cepat berkarat atau keropos.
Penggunaan material seng untuk bangunan panggaringan biasanya diterapkan pada bangunan panggaringan yang berada di tengah-tengah permukiman yang agak padat, seperti yang akan dijelaskan dibawah ini :
No | Gambar Bangunan Panggaringan | Teknologi bahan dan konstruksi | Fungsi dan Bentuk Arsitektur |
2 | | Konstruksi bangunan dengan bambu Material dinding katepe (anyaman bambu) Material Atap · Penutup Seng · Konstruksi atap bambu Material Pondasi umpak | Bentuk atap pelana, fungsi dan bentuk bangunan tidak banyak mengalami perubahan, hanya karena pertimbangan keamanan atap alang-alang di ganti dengan seng. |
( analisa penulis,2009)
Bangunan Panggaringan ini, sudah mengalami perubahan pada penggunaan material atap, yang awalnya mbulung, katepe, kemudian digati dengan seng, kelihatannya pertimbangan keamanan dari bahaya kebakaran ,karena bangunan ini berada ditengah-tengah permukiman.
Dari 13 Desa yang di Dataran Tinggi Dieng yang penduduknya masih tetap bertahan dengan mata pencaharian utama pertanian tembakau, dengan bangunan panggaringannya adalah di Desa Campursari tepatnya hanya di dusun Plemburan, karena 2 tetangga dusun yang ada di Desa Campursari yaitu, dusun Pulosari dan dusun Tempuran hanya 10 % yang masih menanam tembakau.
Perubahan penggunaan material untuk penutup atap bangunan panggaringan bermula dari mbulung, alang-alang, dan sekarang diganti dengan seng adalah, semata-mata aspek keamanan dari bahaya kebakaran, ketika bangunan panggaringan ini berada pada lingkungan permukiman yang cukup padat permukimannya.
Adapun proses pengeringan rajangan tembakau di penggaringan, adalah dengan cara rajangan tembakau ditempatkan pada rigen ( tatakan yang terbuat dari bambu), dengan ukuran 165 cm x 65cm, tiap penggarangan berisi 100 rigen, biasanya terbagi dalam dua ruangan. Pembakaran dilakukan dengan menggunakan kayu/rumput selama kurang lebih 5 jam.
|
Ruang tunggu di panggaringan digunakan unutk menunggu proses pembakaran tembakau, karena waktu yang cukup lama untuk proses tersebut biasanya ruang tunggu tersebut juga digunakan untuk istirahat atau tidur.
|
|
Tembakau hasil pembakaran selama 5 – 6 jam ini yang disebut dengan tembakau “soto garangan” , waktu pembakaran 1 tahun sekali , biasanya memakan waktu sampai 1 bulan, penduduk tidak menjual sendiri soto garangan tersebut keluar daerah, tetapi sudah ada tengkulak yang mendatangi, daerah pemasarannya adalah Pekalongan, dan Serang Banten. Setelah masa pembakaran selesai selama 11 bulan biasanya penduduk mencari pekerjaan dengan sebagai buruh tani pada dusun sebelah, yaitu Dusun Tempuran, Dusun Ngandam, Dusun Pulosari.